Pages

Panti Asuhan Eklesia


Panti Asuhan Eklesia adalah sebuah panti yang menampung anak-anak korban kerusuhan di Maluku. Dan foto ini menggambarkan ketika kerusuhan terjadi. Namun sesulit apapun hidup yang mesti dihadapi, mereka harus bangkit. Harus bisa berdiri tegak dan berlari untuk menyonsong masa depan yang lebih baik.
Saat kuterjatuh dan jiwaku begitu rapuh
Saat datang masalah dan hatikupun terbebani
Maka kuterdiam dan menanti di sini dalam sepi
Hingga kau datang menemani

Kau semangati aku hingga mampu kudaki gunung
Kau semangati aku 'tuk seberangi lautan badai
Aku kuat saat bersandar padamu
Kau semangati aku 'tuk lakukan lebih dari yang bisa kubayangkan
You Raise Me Up Josh Groban. Lagu ini untuk si cantik, Rina Eklesia ... With Jason Wang

Gadis Cantik Nan Cerdas

Pupung

Mestinya aku tiba di GKJ pukul empat sesuai dengan janji. Seperti pesan Opung Nestor: Kalau Pupung ingin ketemu anak-anak Eklesia, Pupung harus tiba ditempat pukul empat. Disaat anak-anak telah merampungkan gladi resik.
Tapi seperti biasa, berangkat pukul setengah tiga, nggak menjamin aku sampai di GKJ tepat waktu. Aku tiba ketika jarum jam hampir menunjuk ke angka lima, dan itu artinya aku sudah tak bisa bertemu anak-anak. Karena mereka harus siap-siap ganti kostum dan make up untuk pementasan pukul enam. Menyesal? Iya! Karena setelah membaca SUARA YANG MENGALAHKAN HUJAN, aku sungguh ingin bertatap mata langsung dengan mereka. Aku ingin memeluk Oly yang ketika datang ke Eklesia masih korengan dan kutu-an, kini konon telah menjelma menjadi gadis cantik nan cerdas. Gadis kecil yang pada masa pelariannya ke hutan, sempat meminum air kencingnya sendiri demi menghilangkan rasa haus.
Tapi tak mengapa. Tak sempat bertemu anak-anak Eklesia, aku masih bisa bertemu dengan anak-anak dari Panti Asuhan di Jakarta yang diundang untuk menonton juga. Dan aku bergembira bersama mereka .... With Dia Regina Pacis Gultom

Tatkala Cengkeh Berbunga


Pupung Pribadi

Aku mengenal Sari Narulita sejak kecil, lewat novelnya Tatkala Cengkeh Berbunga. Aku juga tahu, wanita cantik itu seorang pemain film. Tapi meski 36 judul film telah dibintanginya, aku hanya mengenali sosoknya di Kabut Sutra Ungu yang saat itu diputar TVRI. Dan aku kemudian lebih mengenalnya lagi ketika dia menjadi seorang jurnalis. Reportase-reportase perjalanannya sering aku baca di majalah wanita yang sering dibeli kakak sulungku. Tanpa sadar aku mengidolakannya. Namanya tersimpan rapi di pita kaset otakku.
Maka sangat surprise ketika bertemu di statusnya Om Nadjib. Permintaan pertemananku diresponnya dengan baik. Dan kami berteman. Dan aku merasa akrab. Tentu saja aku gembira. Sekarang aku tidak hanya mengenal karya saja, tetapi orangnya juga.

Beberapa hari yang lalu aku curhat di sini jika aku niat jalan-jalan ke toko buku pada awalnya untuk membeli novelnya, Road to Love. Tapi sayang, di Gramedia Bintaro Plaza tidak tersedia. Aku berniat untuk mencarinya lain waktu. Tapi si empunya buku rupanya membaca curhatku. Katanya: Kirimkan alamatmu, Pupung. Tentu dengan senang hati aku inbox alamatku. Dan kemarin sore kirimannya betul-betul sampai.
Terima kasihh banyak, Ibu Sari Narulita. Ini hadiah yang sangat menggembirakan di akhir pekan. Tetaplah sehat untuk karya-karya selanjutnya yang lebih hebat.

Romantis itu Bukan Gombal

Aku suka tersentuh dengan kata-kata indah, ucapan-ucapan lembut atau panggilan yang me-mesra-kan telingaku. Aku sebut itu dengan .... romantis!
Maka ketika Rani memanggilku dengan imbuhan 'Dik' di depan namaku di kolom komentar, (seperti ini: Bukan percaya atau tidak, Dik Pupung. Isinya kena di hati. Masuk aksl. Dan seringkali telah lebih dulu terbukti), aku merasakan keromantisan yang sangat. Ini untuk pertama kalinya Rani memanggilku 'dik'. Tak terduga dan itu sangat manis di telinga.
So ...?
Siapa bilang romantis itu sama dengan gombal? Romantis itu bukan gombal, jangan pula dikonotasikan dengan ke-mesum-an. Sebab romantis kaitannya dengan rasa, sedangkan kemesuman selalu identik dengan napsu. Napsu predator hehe ...

Pendapatmu?

Selamat Ulang Tahun "Om Nadjib"

Dia datang secara tiba-tiba. Kemudian kami ngobrol. Kemudian kami akrab. Ada yang salah? Enggak ada! Kami sering diskusi tentang banyak hal. Sering banget berdiskusi tentang tulisan dan hasil karya, tetapi juga memperbincangkan hal-hal yang umum saja. Tentang kehidupan, misalnya.
Terkadang aku juga curhat padanya. Mengeluh! Misalnya ketika hatiku sedang rusuh. Tanggapannya? Dia mengataiku dengan: Terkadang manusia lebih bodoh dari keledai!
Terdengar sangat menyakitkan. Tetapi itu cara dia mengingatkanku untuk tidak mudah percaya dengan janji dan omongan orang.
Tetapi kalau sedang baik (dan dia memang lebih banyak baiknya), dia akan memanggilku dengan 'nduk' atau 'ananda' kok. Dan aku suka. Terdengar manis di telinga.

Selamat Ulang Tahun, Om Nadjib. Tetaplah sehat dan teruslah berkarya. Allah hafiz ....

Keluarga Polisi

Aku nggak mengenal keluarga polisi. Di keluargaku ada satu yang menjadi polisi, tapi kami tinggal berjauhan. Jadi aku nggak tahu kehidupannya seperti apa.
Sabtu kemarin, kami melakukan pemotretan di keluarga seorang jendral polisi. Sebuah pemotretan biasa. Anak sulungnya mau meneruskan kuliahnya di luar negeri dan anak ketiganya masuk sekolah penerbangan. Sebelum anak-anak pergi, mereka ingin punya kenang-kenangan foto bersama dengan formasi lengkap.
Awalnya aku setel sikap serius. Di rumah seorang jendral, kan? Berbicara seadanya dengan senyum yang sedikit. Nggak ada tuh yang namanya cengengesan ala ala aku. Tapi istrinya ramah banget, banyak bercanda. Anak-anaknya adalah anak-anak yang manis. Ya sikapnya, tutur katanya juga sosoknya. Bagaimana dengan Pak Jendral? Dia adalah sosok family man. Sayang anak-istri, suka bercanda, banyak tertawa dan energik sekali. Selama anak istrinya didandani, Pak Jendral sesekali datang mengusili. Setelah anak-anaknya rampung didandani, dengan telaten difotonya mereka satu persatu dengan kamera ponselnya. Dia juga seorang pengarah gaya yang baik.
Dari pagi buta sampai malam kami bersama mereka. Ngobrol, bercanda dan makan bersama. Waktu dia ngledekin aku sebagai orang yang punya jembatan ambruk, aku nyeletuk, "Tuasan waktu mau masuk rumah tadi, saya takut, Pak."
" Lho, kenapa ...?"
"Takut didorr ..."
Sang Jendral pun terbahak.

Setu Babakan


Awalnya kupikir Setu Babakan hanya murni tempat wisata semata. Ternyata tidak. Di dalamnya ada perkampungan Betawi. Berderet-deret rumah disepanjang alurnya. Termasuk rumah Bintang Katonia. Dari sebuah ruangan di lantai 2 rumahnya, kita bisa memandang keluasan Setu dengan airnya yang tenang. Di permukaannya tampak percik-percik putih bak berlian tertimpa sinar matahari. Tapi kalau ingin datang untuk menikmati suasana sepi, mesti dihari-hari biasa. Karena kalau sudah tiba Jum'at sore, seperti tempat wisata pada umumnya, Setu sudah ramai oleh pengunjung.

Peluklah Aku Sebagai Teman

Jujur, aku tuh terbuka dan gampang akrab sama orang. Tapi sebenarnya sih, pemalu hehe .... Hanya untuk menutupi malu-maluku, aku justru sering bertingkah malu-maluin.
Jujur, aku sering banget bertingkah semau gue. Celele'an. Tapi sungguh, aku tidak bermaksud untuk bergenit-genit ria. Aku hanya ingin bebas berekspresi, menghibur diri-sendiri, syukur-syukur bisa menghibur orang lain juga. Aku hadir di Facebook ini selain ingin bergembira dan mencari teman sebanyak-banyaknya, juga ingin menambah wawasan. Aku suka lho, memunguti ide yang kalian jatuhkan di berandaku.
Peluklah aku sebagai teman, maka kita akan bergembira dan baik-baik saja selamanya ....
*Tulisan gak genah? Mungkin! Tapi ini serius. Jangan sampai aku menutup FB karena bingung. Aku sangat suka berada di sini. Dan Mark pun pasti tidak mau kehilangan warganya yang celele'an tapi manis ini hihi ....

Verbal? Pentingkah?


Di rumah ada kebiasaan, untuk memperlihatkan kasih sayang, kami menunjukkannya dengan ekspresi dan ucapan. Kakak sering menyapa kami dengan: Hi, Sayang .... atau Hi, cinta .... Dan kami sangat suka itu. Demikian juga dengan Eyang. Ketika kami memanggilnya, maka ia akan menyahut dengan: Ya, Sayangku .... atau Ya, Cintaku .... Maka sebagai bentuk penghargaan, kami pun melakukan hal yang sama.
Yup, bagi kami ekspresi dan ucapan itu penting. Mana bisa kita percaya seseorang itu mencintai atau menyayangi kita tanpa mengatakan dan mengekspresikannya? Enggak, kan? Perhatian tanpa adanya kata-kata verbal itu kurang joss! Enggak percaya?
Contohnya gini. (Eh, karena aku enggak atau belum punya anak, maka keponakan sebagai contoh, ya. Ok?). Aku mencintai keponakanku. Aku hanya memberikan perhatianku saja dengan, ketika mereka minta makan aku beri makanan. Ketika mereka minta jajan aku beri uang. Selalu begitu saja. Setiap hari! Hari-hari begitu kering nggak, sih? Akan berbeda dengan, selain memberikan makanan, aku mengiringinya dengan elusan dan ciuman di kepala. Mengucapkan terima kasih karena telah menghabiskan makanannya dengan baik. Memujinya ketika mereka berprestasi.
Yang jelas, senjataku ketika bertemu dengan anak-anak baru adalah: Hi Sayang, kamu cantik sekali ... atau kamu cakep. Siapa namamu? Dan jika dia menjawab dengan baik, maka aku akan: Wow, kamu pintar sekali. Mau nggak jadi temanku? Kemudian kusodorkan sepotong coklat dan kurentangkan tanganku.
Hal-hal seperti itu yang aku suka.

Begitu pun seharusnya dengan orang-orang dewasa. Cinta dan kasih sayang sudah semestinya diekspresikan secara verbal. Tentu cinta dan sayang sebagai sahabat. Jangan meminta ketemu secara diam-diam dan ketika ketemu ditempat umum pura-pura enggak kenal. Itu selingkuh namanya. Dan itu bukan aku banget, Man!

Jangan Panggil Aku Ujang

Kupikir 'ujang' dalam Bahasa Sunda tuh panggilan sayang untuk anak lelaki yang usianya lebih muda. Maka Pak Dosen Andry Masri kadang kupanggil ujang. Tapi ketika Lenon Djayaduniakhirat kupanggil dengan sebutan yang menurutku keren tersebut, dia menolak. Kenapa?
"Ujang adalah panggilan majikan untuk abdinya..."
What? Alamaaaak!
Jangan-jangan Mas Andry tersinggung karenanya? Kesalahanku selalu begitu. Sok tahu! Maafkan daku ya, Pak Doktor. Lain kali nggak akan ada ujang lagi hehe ....

Aku Suka Berteman


Semalam tuh aku di add cowok cakep ( hihi .... ). Tapi karena kulihat kami tidak dihubungkan oleh satu teman pun, maka seperti biasanya aku bertanya terlebih dahulu: Tahu aku darimana? Ketika dijawab bahwa dia tahu aku dari seorang temannya yang di FB ini juga sang teman itu akrab denganku, maka dengan ringan ku-confirm. Apalagi kulihat profesinya fotografer. Aku kan peminat dan penikmat dunia bidik-membidik itu.
Sebentar kemudian statusnya muncul di news feed-ku. Selintas kubaca. Kulihat yang komen perempuan semua. Para tante! hehe .... Iseng kukunjungi kronologinya. Dan ya ampyuuuunnn, Setiap statusnya yang komen para tante yang sepertinya biasa memakai jasanya. Bukan jasa memotret, tapi .... service di kasur! Apa yang akhirnya aku lakukan? Aku remove dia!
Temans, bukan aku anti dengan pekerjaannya. Bukan pula aku tak senang berteman dengannya. Aku ini orangnya sungguh suka berkawan. Tidak memilih-milih orang. Tetapi di Facebook ini temanku bukan hanya mereka-mereka yang sudah dewasa, tetapi juga anak-anak di bawah umur. Para keponakanku! Bagaimana jika mereka membaca statusnya yang muncul di berandaku? Status yang bukan saja tidak mendidik tetapi juga mengandung nilai-nilai pornografi?
Jika aku celele'an, itu hanya bercanda. Dan yang aku candain adalah mereka-mereka yang tahu banget tentang aku. Pribadiku! Tak pernah terbersit di kepalaku untuk melanggar norma, dogma dan etika. Karena ajaran-ajaran itu kadung mengakar dan menunggang di palung terdalam. Halahhh!!