Pages

Menggilai Ernest Hemingway


Dua hari yang lalu, Ayah menegurku. “Mengapa kau tak menghubungi Ayah?” katanya.
“Aku pikir Ayah sibuk,” jawabku. “Dan karena aku juga sibuk, maka …?”
“Nak, hubungan ayah dan anak itu mestinya tak boleh terkendala oleh kesibukan. Sesibuk apa pun kita, komunikasi harus tetap berjalan,” tekan Ayah setengah menghardik.
Ayah juga mengingatkan. “Setiap hari memang hari ayah dan anak. Tapi 1 Januari adalah hari istimewa kita. Ingat, itu!”
Kemudian Ayah memberitahu, jika ia telah mengirimiku hadiah. Ia juga mengirimiku tiga hadiah kecil lewat Om Isbedy dalam pertemuan mereka kemarin itu.
Baiklah, Ayah. Terima kasih untuk semuanya. Hadiah yang kau kirimkan belum sampai. Yang lewat Om Bedy juga. Barangkali sebentar lagi.
Aku dan Ayah sama-sama menggilai Ernest Hemingway!

SOK TAHU


Seorang teman menulis di inbox: Semoga aku tak terbuang dari hidupmu yang pembosan ya, Pi?
Pembosan??? Weitz, sebagai teman baru rupanya dia enggak membaca postinganku tentang SETIA. Dia tidak tahu bahwa aku tipe yang sangat setia. Loyal terhadap sesuatu yang aku miliki. Aku setia terhadap: persahabatan, persaudaraan, ajaran dan cinta. Aku selalu menangis jika harus berpisah dengan teman. Aku ngotot mempertahankan kursi kerjaku ketika harus diganti dengan yang baru. Menolak komputer baru dan mempertahankan yang lama dengan solusi minta diupgrade saja. Aku pernah patah hati yang sangat lama karena setia terhadap cinta. Bahkan ketika ditanya lebih memilih mana antara Ronaldo dengan Kaka. Aku akan dengan sigap memilih Kaka. Mengapa? Ya, karena Kaka tipe lelaki setia. Ia telah menunjukkan kesetiaannya terhadap istri. Nggak pernah dengar isyu Kaka punya afffair, kan?
Maka, jika engkau merasa terbuang, kamulah sebenarnya yang memilih pergi.
Fesbuk memang maya. Jauh sekali dengan nyata. Tapi tidak mentang-mentang di fesbuk lantas aku boleh semaunya. Tetap ada batasan-batasan. Mana yang boleh dilakukan, mana yang harus dienyahkan.
Membiarkanmu pergi, kau pikir tak ada nyeri? Aku pun merasa kehilangan. Belum genap sebulan kita berteman, kau sudah menghilang tak tentu hutan. Eh tapi aku yakin kok, kau bukan tipe yang gampang patah hati. Benar?
*O ya, kesetiaan mestinya bukan yang menyangkut benda melainkan pada nurani dan kata hati.

Belinda Gunawan dan Jane Ardaneswari


MaBel masuk ruangan berombongan. Meski belum pernah ketemu, sosoknya tak lagi asing bagiku. Jadi kemanapun ia melangkah, mataku selalu mengikutinya. Begitu aku menyapa dengan: MaBel, ini Pupung .... Sigap ia menyambut dengan riuh: Oalah, Pupung .... Kok ngenalin aku, sih? Lalu ia menyodorkan pipi untuk kucium. Belinda Gunawan itu sebelas duabelas dengan Rani. Riuh dan hangat!
Bagaimana dengan Jane Ardaneshwari? Kalau yang ini setali tiga uang-nya sama Maria Hartiningsih. Senyumnya manis, lembut dan meneduhkan. Sepanjang pertemuan, aku nggak mendengar suaranya. Tetapi aku sangat menikmati senyumnya. Love you, Mbak .....

Mem-bully-ku


 Entah awalnya gimana, aku lupa. Tiba-tiba saja kami seperti kembar siam. Tapi alih-alih bersikap manis, ia malah sering meledekku. Lebih tepatnya mem-bully-ku. Seriiiing banget membuatku jengkel setengah mati.
Kemarin ia berulang tahun. Ia janji untuk bermanis-manis denganku. Aku sih, nggak memberi hadiah apapun. Tetapi justru ia yang memberi kejutan. Mengajakku untuk turut serta dipementasan teaternya tahun depan.
Selamat Ulang Tahun, Kakanda. Tetap sehat, tetap semangat, untuk karya-karya selanjutnya yang lebih hebat!

Senyum Dua Bidadari



Akhirnya aku tahu, mengapa Rani banyak yang sayang. Rani tuh, hangat. Sangat hangat. Senyumnya sangat manis, kenes dan ... manja! Gerakannya itu lho .... Pantesan banyak yang gemas pingin nyubit.
Maria Hartiningsih? Senyumnya sungguh menjanjikan semilyar keteduhan. Begitu tulus dan melenakan. Sepanjang melihatnya, bibirnya tak lepas dari senyum. Sungguh indah. Memandangnya membuatku jatuh cinta.

Panti Asuhan Eklesia


Panti Asuhan Eklesia adalah sebuah panti yang menampung anak-anak korban kerusuhan di Maluku. Dan foto ini menggambarkan ketika kerusuhan terjadi. Namun sesulit apapun hidup yang mesti dihadapi, mereka harus bangkit. Harus bisa berdiri tegak dan berlari untuk menyonsong masa depan yang lebih baik.
Saat kuterjatuh dan jiwaku begitu rapuh
Saat datang masalah dan hatikupun terbebani
Maka kuterdiam dan menanti di sini dalam sepi
Hingga kau datang menemani

Kau semangati aku hingga mampu kudaki gunung
Kau semangati aku 'tuk seberangi lautan badai
Aku kuat saat bersandar padamu
Kau semangati aku 'tuk lakukan lebih dari yang bisa kubayangkan
You Raise Me Up Josh Groban. Lagu ini untuk si cantik, Rina Eklesia ... With Jason Wang

Gadis Cantik Nan Cerdas

Pupung

Mestinya aku tiba di GKJ pukul empat sesuai dengan janji. Seperti pesan Opung Nestor: Kalau Pupung ingin ketemu anak-anak Eklesia, Pupung harus tiba ditempat pukul empat. Disaat anak-anak telah merampungkan gladi resik.
Tapi seperti biasa, berangkat pukul setengah tiga, nggak menjamin aku sampai di GKJ tepat waktu. Aku tiba ketika jarum jam hampir menunjuk ke angka lima, dan itu artinya aku sudah tak bisa bertemu anak-anak. Karena mereka harus siap-siap ganti kostum dan make up untuk pementasan pukul enam. Menyesal? Iya! Karena setelah membaca SUARA YANG MENGALAHKAN HUJAN, aku sungguh ingin bertatap mata langsung dengan mereka. Aku ingin memeluk Oly yang ketika datang ke Eklesia masih korengan dan kutu-an, kini konon telah menjelma menjadi gadis cantik nan cerdas. Gadis kecil yang pada masa pelariannya ke hutan, sempat meminum air kencingnya sendiri demi menghilangkan rasa haus.
Tapi tak mengapa. Tak sempat bertemu anak-anak Eklesia, aku masih bisa bertemu dengan anak-anak dari Panti Asuhan di Jakarta yang diundang untuk menonton juga. Dan aku bergembira bersama mereka .... With Dia Regina Pacis Gultom

Tatkala Cengkeh Berbunga


Pupung Pribadi

Aku mengenal Sari Narulita sejak kecil, lewat novelnya Tatkala Cengkeh Berbunga. Aku juga tahu, wanita cantik itu seorang pemain film. Tapi meski 36 judul film telah dibintanginya, aku hanya mengenali sosoknya di Kabut Sutra Ungu yang saat itu diputar TVRI. Dan aku kemudian lebih mengenalnya lagi ketika dia menjadi seorang jurnalis. Reportase-reportase perjalanannya sering aku baca di majalah wanita yang sering dibeli kakak sulungku. Tanpa sadar aku mengidolakannya. Namanya tersimpan rapi di pita kaset otakku.
Maka sangat surprise ketika bertemu di statusnya Om Nadjib. Permintaan pertemananku diresponnya dengan baik. Dan kami berteman. Dan aku merasa akrab. Tentu saja aku gembira. Sekarang aku tidak hanya mengenal karya saja, tetapi orangnya juga.

Beberapa hari yang lalu aku curhat di sini jika aku niat jalan-jalan ke toko buku pada awalnya untuk membeli novelnya, Road to Love. Tapi sayang, di Gramedia Bintaro Plaza tidak tersedia. Aku berniat untuk mencarinya lain waktu. Tapi si empunya buku rupanya membaca curhatku. Katanya: Kirimkan alamatmu, Pupung. Tentu dengan senang hati aku inbox alamatku. Dan kemarin sore kirimannya betul-betul sampai.
Terima kasihh banyak, Ibu Sari Narulita. Ini hadiah yang sangat menggembirakan di akhir pekan. Tetaplah sehat untuk karya-karya selanjutnya yang lebih hebat.

Romantis itu Bukan Gombal

Aku suka tersentuh dengan kata-kata indah, ucapan-ucapan lembut atau panggilan yang me-mesra-kan telingaku. Aku sebut itu dengan .... romantis!
Maka ketika Rani memanggilku dengan imbuhan 'Dik' di depan namaku di kolom komentar, (seperti ini: Bukan percaya atau tidak, Dik Pupung. Isinya kena di hati. Masuk aksl. Dan seringkali telah lebih dulu terbukti), aku merasakan keromantisan yang sangat. Ini untuk pertama kalinya Rani memanggilku 'dik'. Tak terduga dan itu sangat manis di telinga.
So ...?
Siapa bilang romantis itu sama dengan gombal? Romantis itu bukan gombal, jangan pula dikonotasikan dengan ke-mesum-an. Sebab romantis kaitannya dengan rasa, sedangkan kemesuman selalu identik dengan napsu. Napsu predator hehe ...

Pendapatmu?

Selamat Ulang Tahun "Om Nadjib"

Dia datang secara tiba-tiba. Kemudian kami ngobrol. Kemudian kami akrab. Ada yang salah? Enggak ada! Kami sering diskusi tentang banyak hal. Sering banget berdiskusi tentang tulisan dan hasil karya, tetapi juga memperbincangkan hal-hal yang umum saja. Tentang kehidupan, misalnya.
Terkadang aku juga curhat padanya. Mengeluh! Misalnya ketika hatiku sedang rusuh. Tanggapannya? Dia mengataiku dengan: Terkadang manusia lebih bodoh dari keledai!
Terdengar sangat menyakitkan. Tetapi itu cara dia mengingatkanku untuk tidak mudah percaya dengan janji dan omongan orang.
Tetapi kalau sedang baik (dan dia memang lebih banyak baiknya), dia akan memanggilku dengan 'nduk' atau 'ananda' kok. Dan aku suka. Terdengar manis di telinga.

Selamat Ulang Tahun, Om Nadjib. Tetaplah sehat dan teruslah berkarya. Allah hafiz ....

Keluarga Polisi

Aku nggak mengenal keluarga polisi. Di keluargaku ada satu yang menjadi polisi, tapi kami tinggal berjauhan. Jadi aku nggak tahu kehidupannya seperti apa.
Sabtu kemarin, kami melakukan pemotretan di keluarga seorang jendral polisi. Sebuah pemotretan biasa. Anak sulungnya mau meneruskan kuliahnya di luar negeri dan anak ketiganya masuk sekolah penerbangan. Sebelum anak-anak pergi, mereka ingin punya kenang-kenangan foto bersama dengan formasi lengkap.
Awalnya aku setel sikap serius. Di rumah seorang jendral, kan? Berbicara seadanya dengan senyum yang sedikit. Nggak ada tuh yang namanya cengengesan ala ala aku. Tapi istrinya ramah banget, banyak bercanda. Anak-anaknya adalah anak-anak yang manis. Ya sikapnya, tutur katanya juga sosoknya. Bagaimana dengan Pak Jendral? Dia adalah sosok family man. Sayang anak-istri, suka bercanda, banyak tertawa dan energik sekali. Selama anak istrinya didandani, Pak Jendral sesekali datang mengusili. Setelah anak-anaknya rampung didandani, dengan telaten difotonya mereka satu persatu dengan kamera ponselnya. Dia juga seorang pengarah gaya yang baik.
Dari pagi buta sampai malam kami bersama mereka. Ngobrol, bercanda dan makan bersama. Waktu dia ngledekin aku sebagai orang yang punya jembatan ambruk, aku nyeletuk, "Tuasan waktu mau masuk rumah tadi, saya takut, Pak."
" Lho, kenapa ...?"
"Takut didorr ..."
Sang Jendral pun terbahak.

Setu Babakan


Awalnya kupikir Setu Babakan hanya murni tempat wisata semata. Ternyata tidak. Di dalamnya ada perkampungan Betawi. Berderet-deret rumah disepanjang alurnya. Termasuk rumah Bintang Katonia. Dari sebuah ruangan di lantai 2 rumahnya, kita bisa memandang keluasan Setu dengan airnya yang tenang. Di permukaannya tampak percik-percik putih bak berlian tertimpa sinar matahari. Tapi kalau ingin datang untuk menikmati suasana sepi, mesti dihari-hari biasa. Karena kalau sudah tiba Jum'at sore, seperti tempat wisata pada umumnya, Setu sudah ramai oleh pengunjung.

Peluklah Aku Sebagai Teman

Jujur, aku tuh terbuka dan gampang akrab sama orang. Tapi sebenarnya sih, pemalu hehe .... Hanya untuk menutupi malu-maluku, aku justru sering bertingkah malu-maluin.
Jujur, aku sering banget bertingkah semau gue. Celele'an. Tapi sungguh, aku tidak bermaksud untuk bergenit-genit ria. Aku hanya ingin bebas berekspresi, menghibur diri-sendiri, syukur-syukur bisa menghibur orang lain juga. Aku hadir di Facebook ini selain ingin bergembira dan mencari teman sebanyak-banyaknya, juga ingin menambah wawasan. Aku suka lho, memunguti ide yang kalian jatuhkan di berandaku.
Peluklah aku sebagai teman, maka kita akan bergembira dan baik-baik saja selamanya ....
*Tulisan gak genah? Mungkin! Tapi ini serius. Jangan sampai aku menutup FB karena bingung. Aku sangat suka berada di sini. Dan Mark pun pasti tidak mau kehilangan warganya yang celele'an tapi manis ini hihi ....

Verbal? Pentingkah?


Di rumah ada kebiasaan, untuk memperlihatkan kasih sayang, kami menunjukkannya dengan ekspresi dan ucapan. Kakak sering menyapa kami dengan: Hi, Sayang .... atau Hi, cinta .... Dan kami sangat suka itu. Demikian juga dengan Eyang. Ketika kami memanggilnya, maka ia akan menyahut dengan: Ya, Sayangku .... atau Ya, Cintaku .... Maka sebagai bentuk penghargaan, kami pun melakukan hal yang sama.
Yup, bagi kami ekspresi dan ucapan itu penting. Mana bisa kita percaya seseorang itu mencintai atau menyayangi kita tanpa mengatakan dan mengekspresikannya? Enggak, kan? Perhatian tanpa adanya kata-kata verbal itu kurang joss! Enggak percaya?
Contohnya gini. (Eh, karena aku enggak atau belum punya anak, maka keponakan sebagai contoh, ya. Ok?). Aku mencintai keponakanku. Aku hanya memberikan perhatianku saja dengan, ketika mereka minta makan aku beri makanan. Ketika mereka minta jajan aku beri uang. Selalu begitu saja. Setiap hari! Hari-hari begitu kering nggak, sih? Akan berbeda dengan, selain memberikan makanan, aku mengiringinya dengan elusan dan ciuman di kepala. Mengucapkan terima kasih karena telah menghabiskan makanannya dengan baik. Memujinya ketika mereka berprestasi.
Yang jelas, senjataku ketika bertemu dengan anak-anak baru adalah: Hi Sayang, kamu cantik sekali ... atau kamu cakep. Siapa namamu? Dan jika dia menjawab dengan baik, maka aku akan: Wow, kamu pintar sekali. Mau nggak jadi temanku? Kemudian kusodorkan sepotong coklat dan kurentangkan tanganku.
Hal-hal seperti itu yang aku suka.

Begitu pun seharusnya dengan orang-orang dewasa. Cinta dan kasih sayang sudah semestinya diekspresikan secara verbal. Tentu cinta dan sayang sebagai sahabat. Jangan meminta ketemu secara diam-diam dan ketika ketemu ditempat umum pura-pura enggak kenal. Itu selingkuh namanya. Dan itu bukan aku banget, Man!

Jangan Panggil Aku Ujang

Kupikir 'ujang' dalam Bahasa Sunda tuh panggilan sayang untuk anak lelaki yang usianya lebih muda. Maka Pak Dosen Andry Masri kadang kupanggil ujang. Tapi ketika Lenon Djayaduniakhirat kupanggil dengan sebutan yang menurutku keren tersebut, dia menolak. Kenapa?
"Ujang adalah panggilan majikan untuk abdinya..."
What? Alamaaaak!
Jangan-jangan Mas Andry tersinggung karenanya? Kesalahanku selalu begitu. Sok tahu! Maafkan daku ya, Pak Doktor. Lain kali nggak akan ada ujang lagi hehe ....

Aku Suka Berteman


Semalam tuh aku di add cowok cakep ( hihi .... ). Tapi karena kulihat kami tidak dihubungkan oleh satu teman pun, maka seperti biasanya aku bertanya terlebih dahulu: Tahu aku darimana? Ketika dijawab bahwa dia tahu aku dari seorang temannya yang di FB ini juga sang teman itu akrab denganku, maka dengan ringan ku-confirm. Apalagi kulihat profesinya fotografer. Aku kan peminat dan penikmat dunia bidik-membidik itu.
Sebentar kemudian statusnya muncul di news feed-ku. Selintas kubaca. Kulihat yang komen perempuan semua. Para tante! hehe .... Iseng kukunjungi kronologinya. Dan ya ampyuuuunnn, Setiap statusnya yang komen para tante yang sepertinya biasa memakai jasanya. Bukan jasa memotret, tapi .... service di kasur! Apa yang akhirnya aku lakukan? Aku remove dia!
Temans, bukan aku anti dengan pekerjaannya. Bukan pula aku tak senang berteman dengannya. Aku ini orangnya sungguh suka berkawan. Tidak memilih-milih orang. Tetapi di Facebook ini temanku bukan hanya mereka-mereka yang sudah dewasa, tetapi juga anak-anak di bawah umur. Para keponakanku! Bagaimana jika mereka membaca statusnya yang muncul di berandaku? Status yang bukan saja tidak mendidik tetapi juga mengandung nilai-nilai pornografi?
Jika aku celele'an, itu hanya bercanda. Dan yang aku candain adalah mereka-mereka yang tahu banget tentang aku. Pribadiku! Tak pernah terbersit di kepalaku untuk melanggar norma, dogma dan etika. Karena ajaran-ajaran itu kadung mengakar dan menunggang di palung terdalam. Halahhh!!

Korban Penghakiman


Teman, kamu tidak bisa menyeragamkan pikiranku, pikirannya, pikiran mereka dengan .... pikiranmu! Kita masing-masing punya pendapat yang berbeda dalam menyikapi hidup. Jika kamu berpijak di jalan kesucian para nabi, itu pilihanmu. Dan jika kamu menganggap bahwa jalan yang kupilih adalah jalan bagi mereka yang sesat, itu juga pilihanku. Pilihan kami! Mengingatkan boleh saja. Tapi menghakimi, apa hakmu? Jika apa yang aku tulis tiada berguna bagimu, abaikan. Jangan kau baca. Jika perlu remove saja aku! Atau blokir sekalian. Itu lebih baik. Karena yang berhak menjadi hakim di sini hanya Mark Zuckenberg. Jika dia sebagai Tuhan-nya Facebook saja enggak pusing, mengapa kalian yang hanya sekedar teman tujuh keliling lebih pusing???
Mulai hari ini ada satu teman yang terpaksa mengundurkan diri karena korban sebuah penghakiman. Padahal postingan-postingannya selalu dinanti banyak orang. Pesanku Ade, jangan terlalu lama dalam pertapaanmu. Sungguh aku tak akan mampu menanggung beban rindu ....

Lalatpun Jadi Sasaran Bidikan


Kemana-mana aku membawa kamera saku. Jika ada obyek yang menurutku bagus, aku akan segera membidiknya. Ini mengundang rasa heran orang-orang yang melihat. Hal-hal kecil yang ada di pagar rumah tetangga atau pernik unik yang kutemui di jalan, tak luput dari sasaran tembakku. Membuat orang sering melontarkan pertanyaan dengan: Gitu aja kok difoto sih, Mbak ..?
Yup, hal-hal kecil yang bagi mereka nothing, enggak ada artinya sama sekali, bagi aku justru berharga. Maka orang akan geleng-geleng kepala ketika melihatku fokus memotret setangkai bunga rumput yang amat kecil.
Tapi rupanya aku tidak sendirian. Pak Glenn Durdin justru melakukannya sudah sejak lama. Setiap menjalani aktivitas jalan cepat di pagi hari sejauh 8 km dengan catatan waktu tempuh harus 1 jam 15 menit ini, disepanjang jalan penglihatannya akan me-liar mencari sasaran. "Biasanya tanaman hias yang baru berbunga dengan angle dan posisi sudut bidik yang bagus yang akan menjadi sasaranku," katanya.
Tetapi ternyata bukan itu saja, karena ia masih melanjutkan, "Lalatpun jadi sasaranku jika aku ke pasar."
Nah ..., kan?
Ternyata aku ada teman hehe ....


Bima

Aku bertemu dengannya, ketika ia sedang menetek ibunya. Melihat aku mendekat, ia langsung melepas puting susu dan tersenyum dengan sangat manis. Reflek ia mengangkat kepala dan tersenyum makin lebar ketika tanganku terulur. Maka hanya butuh beberapa detik aku sudah memeluknya dengan sepenuh kehangatanku. Bima! Selama dalam gendonganku, ia tak mau digantikan dengan yang lain. Pun ketika waktunya berpisah, ia mencengkeram lenganku kuat-kuat, tak mau dilepaskan. Rupanya aku dan dia sama-sama jatuh cinta pada pandangan pertama.

Desain Interior Rumah Super Minimalis

Ngadem di IKEA kemarin dan melihat contoh desain interior rumah super minimalis, aku jadi berandai-andai. Bagaimana jika seandainya aku punya lahan yang amat luas dan di tengah-tengahnya aku bangun rumah super minimalis? Kemudian sisanya murni untuk penghijauan. Akan kutanami batang-batang pohon yang kelak akan tumbuh merindang, berbagai macam tanaman bunga warna-warni, juga sayur mayur yang setiap hari akan melengkapi nutrisiku. Aih ..., indahnya dunia! Haha ....

Selamat jalan, Chandra Johan


Aku mengenal Chandra Johan dengan cara yang tidak biasa. Awalnya teman baikku, Em Yu curhat, jika ia sangat menggemari karya-karya Chandra Johan. Namun, sebagai sesama jebolan FSRD ITB, Em Yu tidak kenal secara pribadi. Padahal ia sangat ingin ketemu dan ngobrol panjang. Kebetulan saat itu aku sedang mengerjakan majalah baru dan butuh nara sumber untuk halaman profil. Aku bilang ke Em Yu: Oke, Mas Yu akan bisa kenalan dengannya, asal beritahu dimana aku bisa menghubunginya. Lalu Em Yu menyebut sebuah galeri lukisan yang ada di Plaza Indonesia yang senantiasa memajang karya-karyanya. Sore itu juga kami meluncur ke sana. Tidak serta merta bertemu dengan Chandra Johan, tapi kami mengantongi nomer HPnya dari Mbak Penjaga. Langsung kuhubungi ponselnya. Chandra Johan menerimaku dengan ramah. Sayang, hari itu sudah kemalaman. Jadi kami hanya membuat janji untuk bertemu dikeesokan hari.
Keesokan harinya kami bertemu. Aku, Chandra Johan dan Em Yu. Di galeri yang kemarin sorenya aku dan Em Yu kunjungi. Ternyata Chandra Johan sangat ramah. Bertemu dengannya selayak jumpa kawan lama saja. Langsung akrab! Obrolan mengalir laksana air. Hari itu ia hanya menjawab pertanyaan-pertanyaan Em Yu. Juga foto-foto. Tentu dengan latar belakang lukisan-lukisannya yang terpajang di galeri itu. Jatah wawancara untukku keesokan harinya lagi. Di TIM! Markasnya sebagai Ketua Dewan Kesenian Jakarta.
Singkat cerita, aku datang ke TIM! Waktu itu ruangan sedang riuh. Ada Nungky Kusumastuti, Chandra Darusman, Dede Eri Supria, dan entah siapa lagi aku lupa. Yang aku ingat, aku diperkenalkan dengan mereka satu persatu. Sejak saat itu aku berteman dengannya. Aku pernah beberapa kali datang ke studionya di bilangan Kramat. Belajar melukis! Meski pada akhirnya, aku nggak berhasil hehe ....
Dan hari ini, tepatnya pukul 9 pagi, aku dikejutkan dengan inbox yang berisi: Chandra Johan telah berpulang dini hari tadi, Nduk .... Inbox dari Om Nadjib sungguh membuatku tercekat.
Selamat jalan, Mas Chandra Johan. Bagimu surga diluaskan ....

Titik Balik - 2

Membaca Titik Balik aku lakukan di pagi hari selepas jogging dan sore hari ketika menunggu buka puasa tiba. Di bab 4 sampai bab 6, aku seperti melihat masa kecilku. Jika Rani sudah lancar membaca bahkan sebelum masuk sekolah, aku sudah membaca novel ketika kelas 3 SD. Tetapi untuk membaca Al-qur'an menjadi sangat berrbeda. Rani mampu membaca Al-qur'an dalam posisi terbalik dan hapal semua ayat, sedangkan aku tidak. Dan aku takjub! Hehe .... Tapi untuk urusan permainan, kupikir tak ada beda. Apa yang Rani lakukan, aku lakukan juga. Aku memiliki kegembiraan yang sama dengan Rani. Bedanya, aku kecil masih berkelimpahan kasih sayang Bapak dan Ibu, sedangkan Rani statusnya sudah menjadi anak titipan. Kasihan? Sama sekali tidak! Rani tidak merasa kekurangan kasih sayang. Bahkan ketika anak-anak lain hanya punya satu Bapak, Rani merasa punya empat. Ibunya tak pernah melahirkan kakak laki-laki, tetapi ia punya Abang yang melindungi. Hari-harinya selalu riang gembira. Maka kepada Avatar ia berujar: Barangkali itulah sepotong kecil surga pada suatu masa.
O ya, aku ingin tanya, Boneka Dari India itu diciptakan tahun berapa, ya? Kok Rani kecil sudah bisa menyanyikannya?
Ayahku kan tiba
datang dari India
membawa boneka
yang cantik jelita
oh, sayang ....
Novel ini bagus, Temans. Mengalir, manis dan tak menggurui. Aku tidak meminta atau menyuruhmu untuk membeli. Tetapi kalau tak membacanya, kau akan rugi hihi .... ‪#‎Iklan‬
Penting: Jika nanti buku ini cetak ulang, ada baiknya disertai dengan pembatas buku. Biar nggak susah dalam menandai halaman, ok?

Di Kebun Raya

Aku salah satu mahluk (hihi ....) yang mencintai pohon. Meski pohon favoritku Belimbing Wuluh, aku tidak serta merta mengenyampingkan pohon yang lain. Apalagi jika pohon tersebut termasuk katergori baru bagiku. Kategori di sini artinya aku baru pertama kali melihat.
Nah, waktu di Kebun Raya, aku melihat pohon baru itu: Saputangan Jambon. Sangaaat cantik! Jika aku terkagum-kagum ketika untuk pertama kalinya melihat pohon Pucuk Merah dan Chinar, terhadap Saputangan Jambon aku tak kalah takjub. Kok ada ya, pohon yang semua daun mudanya merah mengkilap dan akan nampak berkilau ketika terjamah sinar matahari? Didorong oleh rasa kagum, takjub sekaligus terpesona, aku ingin diabadikan dengannya. Berfoto dengan latar belakang pohon ajaib ini. Maka sebelum pulang, aku berlari ke tengah jalan. Dengan membelakangi Saputangan Jambon, aku bergaya dengan perasaan was-was. Was-was karena banyak mobil yang melintas. And tarraaaaa, foto di bawah adalah hasil cekrikan kamera HP Tatya. Buram ya haha .... Itu k
arena jarak yang dipotret dan yang memotret sangat jauh. Fotografer takut dicium mobil yang beruntun melintas hihi.....


Berkunjung Ke Kebun Raya


Waktu Indri kos denganku dan bilang jika dia belum pernah sekali pun mengunjungi Candi Prambanan, aku sempat geleng-geleng kepala. Enggak percaya! Bagaimana mungkin? Dia lahir di Klaten. Kuliah pun di Jogja. Pergi - pulang kuliah dia melewati Prambanan. Bagaimana mungkin dia belum pernah sekali pun masuk ke area itu?Tetapi itulah kenyataannya! Dan ternyata hal serupa terjadi padaku. Puluhan tahun aku hidup di Jakarta. Aku juga sering mengunjungi Puncak, karena dua kakak sepupuku tinggal di sana. Tetapi kenapa tak sekali pun kupijakkan kaki di Kebun Raya? Terkadang aku suka heran sendiri. Sering punya niat untuk datang, tapi tak pernah kesampaian. Selalu saja, Kebun Raya hanya aku nikmati dari dalam angkutan.
Dua hari yang lalu akhirnya kesampaian mengunjunginya. Bertiga dengan temenku, aku ketawa-ketiwi di sana. Belum tereksplor semua, karena hanya dua jam saja. Tapi meskipun begitu, minimal aku sudah bisa cerita tentang suasana di Kebun Raya haha ....

Masa Kecil-ku

Masa kecil aku berambut panjang. Karena dimasa-masa itu aku masih diurus oleh orang tua dan kakak.Memasuki usia SMP, aku harus lebih mandiri. Harus mandi dan keramas sendiri. Pokoknya diwajibkan mengurus diri sendri. Jadi dimasa itu rambutku dibabat hingga tinggal beberapa senti saja. Ternyata berambut pendek itu nyaman. Keramas setiap hari menjadi lebih mudah. Cara mengeringkannya pun gampang, tinggal mengibaskan kepala ke kiri dan ke kanan, keringlah sudah. Maka rambut pendek bertahan sampai berpuluh-puluh tahun. Sampai aku tua haha .... Sampai kemudian seorang kakak menginginkan aku memanjangkan rambut lagi. "Aku ingin melihatmu menjadi perempuan," katanya.
What?
Apakah selama ini aku belum terlihat sebagai perempuan? Aku memang tidak bisa menjahit, tapi aku bisa memasak dan merangkai bunga. Tingkah dan suaraku memang agak serudukan, tapi aku menyimpan banyak sekali kasih sayang ‪#‎lol‬.
Tapi baiklah, jika berambut panjang bisa memberi nilai tambah, aku akan memanjangkannya lagi. Agak-agak ribet, sih. Tapi melihat Eyang, Kak Nina dan Dena menyukai rambutku yang gondrong, aku rela dengan ribetku ini.

Pasangan sejati?

Inikah yang disebut soulmate? Pasangan sejati? Kemana-mana selalu berdua. Melakukan segala sesuatunya berdua. Kerja berdua, masak berdua, momong Eyang berdua .... Bahkan mengintip pun dilakukan berdua!
Tetaplah rukun dan saling menjaga hingga akhir usia ya, Kakak. Tetaplah menjadi contoh terbaik untuk adikmu ini hihi ....

Titik Balik

Meski baru membaca sampai bab 2, aku berani merekomendasikan padamu Temans, bahwa TITIK BALIK sangat layak untuk dibaca. Ketika Katharina menawari si Neng dengan: Ambillah cuti, nanti kamu kuantar keliling Nusa Tenggara! aku yakin banget jika novel ini akan membawa kita ke petualangan yang menakjubkan. Bertemu Avatar, aku teringat dengan Rani yang terus ditempel lelaki jangkung keren yang fotonya pernah diunggah di sini. Benarkah Avatar itu sejatinya adalah 'dia'?

Berfoto

Jika hanya ingin berfoto di tanah lapang dan berpanas-panasan, mestinya nggak usah ngotot ke Kebun Raya. Di lapangan bola juga bisa, kan?

Puisi Lebaran

Ini puisi LEBARAN-nya Om Bambang Sadono yang aku baca di Majalah Krida ketika kelas 2 SD. Aku mengingatnya sampai sekarang. Tapi nggak yakin juga. Mungkin ada satu atau dua kalimat yang lupa. Maafin ya, Om. Semakin tambah usia, semakin berkurang ingatannya hahaha ....
takbir menggema di puncak menara
Allahu akbar ... Allahu akbar ...
beribu muslim bersimpuh di tanah lapang
bertikar hijaunya rerumputan
bemandi cahaya putih keemasan
"padamu Tuhan, kutumpahkan segala pengakuan
karena aku tahu, hanya Engkaulah segala maha
samudra ampunan ..."

Saputangan Jambon


Ada banyak pohon yang menarik perhatianku di Kebun Raya kemarin. Salah satunya Saputangan Jambon alias Pink Handkerchief Tree. Pohon dengan nama latin Maniltoa Browneoides Harms (Leguminosae) ini konon berasal dari Australia Utara, Kepulauan Selat Torres dan Papua Nugini. Ada beberapa jenis pohon Saputangan di Asia Tenggara, semua dicirikan dengan dedaunan khasnya. Daun baru membentuk di dalam kelopak yang kemudian membuka dan melepaskan beberapa daun lembut berwarna putih atau merah muda. Gabungan daun baru ini mirip saputangan bergelantungan di ranting-ranting pohon. Setelah beberapa hari, daun baru akan mengeras dan menghijau berkilat.
Pohon ini biasanya tumbuh di hutan hujan dan hutan semusim. Karena bentuk tajuknya yang unik, warna daunnya yang indah serta polongnya yang berbentuk ginjal, maka tumbuhan ini sering ditanam sebagai pohon hias. Katanya sih, pemeliharaan pohon ini tidak sulit dan mudah diperbanyak dengan biji.
Aku tertarik dengan pohon ini. Setertarik aku dengan Chinar. Tetapi aku belum mendapat bijinya kemarin. Mungkin lain kali. Pohon apa yang menarik bagimu, Temans?

Hujan Puisi: Kurnia Effendi


Ketika kami kecil, Ibu gemar sekali mendongeng. Setiap malam sebelum tidur, kami berlima berdesakan dalam satu kamar demi mendengarkan cerita Ibu. Sedikit besar, aku mulai gemar membaca. Membaca apa saja. Tetapi kupikir aku mencintai puisi. Dan puisi yang kubaca pertama kali adalah LEBARANnya Bambang Sadono yang dimuat di Majalah Krida. Saat itu aku kelas 2 SD.
Semakin beranjak besar, kesukaanku bertambah. Bukan hanya puisi, tetapi juga cerpen dan novel. Temans percaya, jika novel pertama yang aku baca Tatkala Cengkeh Berbunga-nya Sari Narulita? Novel kepunyaan kakak sulungku itu kubaca ketika aku duduk di kelass 3 SD. Dan di tahun itu pula aku mulai membaca Anita Cemerlang. Dari sana aku mengenal Tina K., Ninuk Retno Raras, Nurul Inayah AK., Kurnia Effendi, Tika Wisnu dan sebagainya. Juga ada Astuti Wulandari, Yanie Wuryandari dan Julie Ikayanti. Ketiganya bukan hanya kukenal karyanya, tetapi kami punya kedekatan dalam arti yang sesungguhnya ketika aku memasuki dunia kerja. Bahkan kupikir, Julie Ikayanti turut membentuk kepribadian yang kumiliki sekarang. Oh ya, aku suka dengan Anita & Her Gank-nya Adek Alwi. Barangkali itu serial paling fenomenal di jamannya, ya haha.
Aku juga suka antologi. Puisi! Dari beberapa buku antologi, aku suka dengan antologi Puisi Dari Negeri Poci. Menurutku puisinya keren-keren. Isi dan bahasa rasanya aku banget.
Dan sebagai umat islam, tentu aku menyukai Ramadhan. Bulan yang mengharuskan kita berpuasa selama sebulan penuh itu selalu kutunggu kedatangannya. Tetapi yang menambah kerinduanku terhadap Ramadhan belakangan ini adalah puisi-puisinya Kurnia Effendi. Sejak Senarai dibuat (2012?), aku terus mengikutinya sampai Ramadhan kemarin. Aku berharap Ramadhan kali ini pun fesbuk akan dihujani puisi-puisi kerennya. Puisi khas Kurnia Effendi. Ditunggu lho, Mas Kef. Dan jangan telat postingnya, ya ....

Temans, jika di Ramadhan kali ini aku menunggu puisinya Kurnia Effendi, kalian menunggu apa atau siapa???

Dinner

Makan malam kali ini agak istimewa. Pertama, Eyang terlihat bahagia. Kedua, hari ini ulang tahun Mbak Lisa. Meski formasinya sedikit sekali karena banyak yang absen, tetapi tak sedikit pun mengurangi kebahagiaan kami.

Kau adalah cintaku abadi ....

Bahwa kemudian aku jatuh cinta kepadamu, itu betul. Dan kau benar-benar mencintaiku, juga tak pernah kusangsikan. Bukankah sendu sinar matamu telah banyak bicara, rindumu merimbun bagai sulur-sulur daun di pokok dahan yang rindang?
Dan pada akhirnya, cintalah yang membawaku untuk terus memperhatikanmu. Ikut tertawa pada gembiramu, turut bersedih dalam dukamu, dan terluka ketika nestapa menyapamu.
Bagiku, kau adalah matahari. Api yang menghangati. Titik embun yang menyejuki. Silir angin yang mengirim kesegaran pagi hari. Kau adalah cintaku abadi ....

Rindu

matahari tak mampu menghentikanku
mengetuk pintumu
ada desir suara menahanku
:tunggu dulu, apa dia betul-betul mencintaimu?
entahlah
manakala denting menyentuh rasa
maka rindu dan keinginan mengalahkan logika

kuketuk pintumu dan berharap kau
melihat kehadiranku ....

Jamu Bugar Kunyit Asem Beras Kencur

Ternyata bukan hanya Antibiotik, obat yang bersifat Analgesik pun sekarang menyakiti lambungku. Sudah waktunya beralih ke obat-obatan herbal.
Gambar di bawah adalah jamu bugar Kunyit Asem Beras Kencur bikinan sendiri. Jamu pereda nyeri datang bulan sekaligus berkhasiat untuk kebugaran tubuh, juga menghaluskan kulit. Rasanya sangat nikmat. Lebih dari sekedar jamu biasa. Siapa mau coba?

I love you, Om ....

Entah kapan persisnya kami berteman, aku tidak tahu. Dan siapa yang meminta pertemanan terlebih dahulu pun, aku juga lupa. Yang aku ingat adalah, ketika tiba-tiba ia datang di inbox mengucapkan Selamat Ulang Tahun. Waktu itu pukul setengah empat di Kamis dini hari, ketika ia selesai tahajud dan aku hampir menyelesaikan sarapan pagiku. Sejak saat itu kami berteman dalam arti yang sebenarnya. Inbox-an, saling komen di wall dan sesekali diselingi dengan panggilan telpon.
Asik banget ngobrol dengannya. Aku bisa cerita tentang banyak hal. Begitu juga sebaliknya. Diskusi tentang karya. Skenario, cerpen .... Bukankah dibidang itu ia termasuk kategori suhu? Lantas ia mengirimiku buku-bukunya, juga FTVnya dalam bentuk compact disc. Tentu aku kegirangan, dong hehe ....
Suatu ketika diskusi beralih ke sikap dan perilaku. Di sini kami menjabarkan mana sikap dan perilaku yang baik dan mana yang tidak baik menurut versi kami. Tiba-tiba ia nyeletuk, "Ternyata kadar keimananmu lebih baik ketimbang aku," katanya.
What? Kekagetan melompat begitu saja. Bagaimana mungkin? Aku kan celele'an banget. Ngomong seenaknya, dalam bersikap pun kadang semaunya. Aku sering kelewatan dalam bercanda!
Tapi beberapa waktu lalu, dalam nada canda ia mengingatkan: Kamu belum pernah menulis tentang aku lho, kecuali dalam hati ...?
O ya?
Oke jika begitu. Aku akan menulis tentangmu. Tentang kebersamaan kita. Dan ini yang sedang aku lakukan. Kebersamaan antara engkau dan aku, ayah dan anak. Semoga Kedekatan dan kebersamaan ini akan baik-baik saja. Sebagai anak, rasa hormat yang besar aku berikan padamu. Juga kasih sayangku!
I love you, Om ....

Senang Manjat Pohon

Dulu aku suka sekali memanjat pohon, Temans. Dari kanak-kanak sampai dewasa aku tak pernah bosan melakukannya. Kakiku patah, barulah aku berhenti. Tapi hari ini aku mencobanya lagi. Manjat pohon mangga untuk mengambil buahnya. Maksud hati sih, biar dicolong Agil saja. Tapi sampai karatan aku menunggu, batang hidungnya tak tampak jua. Akhirnya kupetik sendiri, kunikmati sendiri .... Eh, ada yang mau rujakan denganku?

Apa Yang Mesti Kutuang

apa yang mesti kutuang
fajar - senja
terik - hujan
sudah sering aku tuliskan
cinta - luka
rindu - dendam
pahit - manis kehidupan pun
sudah sering aku sampaikan

satu yang ingin kutanyakan
:tidakkah semua ini membuatmu bosan
temans?
Jangan‬ protes jika ilustrasi nggak cucok blass, ini gara-gara lupa ingatan. Kupikir hari ini kakakku Ultah, dan kembang mawar itu untuknya. Ternyata salah. Kepikunan memang selalu seiring sejalan dengan ketuaan haha....

Sebening Embun

aku ingin
kala tidurku terbangun
di bingkai jendela ada wajahmu
sebening embun ....

Hamba

Ya Allah,
jadikan aku hamba yang lebih ingin
menghibur daripada dihibur
memahami daripada dipahami
mencintai daripada dicintai
sebab dengan memberi aku menerima
dengan memaafkan aku dimaafkan
dan dengan cinta aku bisa bangkit
dan hidup kembali ....


Brotowali

Jika Mas Badiyo tak pernah mengunggah pohon kelor, pasti yang ada di kepalaku hingga sekarang, kelor adalah tumbuhan merambat semacam ubi jalar atau tumbuhan rambat lainnya. Aku nggak akan pernah tahu jika ternyata tumbuhan yang daunnya bisa disayur bening itu termasuk tumbuhan berkayu keras dan bisa tumbuh tinggi melebihi atap rumah. Dan jika dua hari yang lalu aku tak mengobrol dengan tetangga depan rumah, aku nggak akan pernah tahu jika brotowali merupakan tumbuhan rambat. Karena yang tersimpan di memori otakku selama ini adalah brotowali itu semacam tanaman umbi-umbian seperti: kunyit, jahe, lempuyang dan lain sebagainya.
Dua hari yang lalu, selepas aku olah raga pagi, kulihat tetangga depan rumah sedang bersih-bersih halaman. Sebagai tetangga yang baik, tentu aku menyapa. Dari awalnya yang hanya menyapa, akhirnya kami ngobrol-ngobrol. Ini obrolan pertama setelah sekian lama bertetangga. Biasanya kalau pas ketemu atau berpapasan, kami cuma sekedar tersenyum dan mengangguk. Maklumlah, dia orang sibuk. Sinetronnya banyak, begitu pula dengan iklan-iklannya. Menjelang puasa nih, biasanya wajahnya akan hilir mudik di layar kaca mengiklankan berbagai macam produk: sarung, sirup, biscuit dan lain sebagainya. Temans tahu siapa dia? Dia adalah Tasman Tahir. Lelaki sederhana yang tak pernah menunjukkan jika ia seorang bintang. Pembawaannya santun dan lemah lembut. Senyumnya ramah. Apalagi? Tetangga seperti ini yang aku butuhkan hehe ....
Ketika obrolan kami sampai pada tumbuh-tumbuhan yang merimbun di halaman rumahnya, tatapanku jatuh pada tumbuhan rambat yang daunnya mirip sirih. Apa ini?
"Itu Brotowali, Mbak," katanya.
"Brotowali yang untuk jamu? Yang pahit itu?" tanyaku tidak yakin.
Dia mengangguk. "Iya, betul ...."
"Oh ...."
"Kenapa?"
"Kupikir brotowali bentuknya seperti kunyit hehe ..."
"Oalah ...," Dia ikut tertawa.
O ya, selain brotowali, di rumah Pak Tasman juga tumbuh tanaman rambat lainnya: sirih dan pohon cincau. Sirih ini sering aku minta hampir setiap minggu. Mintanya bukan dengan Pak Tasman tapi dengan Mbok Yem, perempuan yang gemar tersenyum, sama seperti pemilik rumahnya.
Udah, ceritanya gitu aja hehe ....

Harapan

Tuhan ....
Jika harapan lebih tinggi dari Mahameru
tanamkan ke dada kami
Jika lebih luas dari samudera
tenggelamkan jiwa kami
Dan jika seterang mentari
biarkan ia terbit di hati kami
pagi ini!

Gak Silau Man ...!


Seorang teman laki-laki di Facebook ini kemarin malam mengirimkan banyak sekali foto kepadaku. Diantaranya dengan beberapa artis. Dengan tak lupa menyertakan keterangan nama si artis. Aku senyam-senyum menerima itu, sambil sesekali membalasnya dengan: foto yang bagus, oke, bagus, cakep, keren dan lain sebagianya dan lain sebagainya. Pokoknya kata-kata yang menyenangkan hati. Karena aku tahu, tujuannya mengirimkan itu semua padaku kan, untuk pamer. Jadi kalau tidak mendapat respon yang baik akan kasihan hehe ....
Padahal kamu tahu ya, Temans, aku pernah mencicipi kerja sebagai wartawan. Bukan wartawan politik, ekonomi, apalagi kriminal. Tapi wartawan gaya hidup! Jadi foto bareng dengan artis, sudah biasa. Dipeluk dan dicium mereka yang keren-keren dan cantik-cantik, juga sangat biasa. Dirindukan ibu-ibu pejabat, dirindukan kedatangannya oleh para sosialita Jakarta .... Bahkan sampai sekarang aku masih menyimpan ratusan nomer kontak mereka!

Barangkali jika dipamerinnya ketika aku masih remaja, aku akan sangat tergiur dan takjub. Artis, rumah bagus atau mobil mewah akan membuatku silau pada masa itu. Tapi sekarang? Usiaku sudah beranjak naik. Dan gaya hidupku sangat biasa-biasa saja. Aku manusia sederhana dengan pola pikir sederhana yang kerapkali bingung jika disodori hal-hal yang demikian. Aku menikmati bepergian dengan naik kereta, atau bahkan berlarian demi mengejar bis kota. Aku masih bisa duduk dengan senyam senyum kayak orang gila ketika sedang menikmati transportasi umum lainnya. Aku ...?
Aku hanya ingin bilang padamu, Teman. Padamu yang telah mengirimkan foto-foto kerenmu. Secara usia, kamu memang matang. Sangat matang. Secra fisik, kamu cakep. Tak kalah cakep dengan artis-artis temanmu itu. Tetapi secara pemikiran, kamu tidak dewasa sama sekali. Cara berpikirmu masih seperti bayi.

Roti Bakar Setrika

Waktu aku upload Martabak Mie, Kak Taufik komen gini, itu makanan sewaktu aku kos. Trus aku nanya, pernah sarapan dengan Roti Bakar Setrika?
Makanan apalagi, tuh? Olala!
Dulu, sewaktu kos, aku sering menggali ide untuk hal-hal kecil yang sangat mudah dilakukan. Keseringan sih, untuk sarapan supaya lebih variatif tetapi nggak ribet, nggak memerlukan waktu dan tenaga yang banyak. Salah satunya aku menemukan ini, roti yang dibakar dengan cara disetrika!
Caranya mudah:
Ambil 2 lembar roti tawar, olesi dengan selai yang kita suka. Tangkupkan dan bungkus dengan kertas roti. Kemudian tindih dengan setrika yang panas. Tiga menit kemudian baliklah untuk mematangkan sisi yang lainnya.
Roti bakar seperti ini pun rasanya sangat enak. Bagi anak kos sepertiku haha .... Biasanya sebelum menyantapnya, aku menambahkan keju parut dan saus coklat.
Gambar di bawah adalah roti bakar yang belum diberi tambahan apapun di atasnya, biar kalian tahu bentuk orisinalnya haha ....

Roti Bakar Setrika

Cinta Sebening Embun

aku tertegun
ketika mendapati pesan di pucuk daun
tertulis di situ
cintamu padaku sebening embun

Cinta

Yang kumiliki ini cinta. Aku tidak memeliharanya, aku tidak memupuknya.Tetapi ia tetap tumbuh. Dan aku tak bisa mematikannya.

Warung Sup Ayam Pak Min


Aku sangat takjub ketika berkunjung ke Klaten dan diajak makan disebuah warung sop. Warung yang terletak di dalam pasar, di belakang Plaza Klaten itu, pembelinya luar biasa banyak. Tak hirau ruang yang sempit, tempat duduk yang sedikit serta udara panas yang melangit, semua rela berjejalan dan berhimpitan hanya untuk menikmati semangkuk sop ayam kampung yang legit. Dan harganya itu lho, bukan murah meriah lagi, tetapi teramat sangat murah. Tapi itu dul...u, entah jika sekarang ....
Dan di Jakarta, di Rawamangun tepatnya, ada Warung Sop Pak Min Klaten.
Aku mo nanya sama Dyah Indriyani, apakah ini kepakan sayap dari warung sop Pak Min dimana kamu pernah mentraktirku? Soalnya waktu makan disana aku lupa bertanya hehe .....

Pemandangan Indah di Hutan Wisata


Sebuah Hutan Wisata dibangun tidak saja berguna sebagai penyangga paru-paru kota, tetapi juga sebagai tempat sarana belajar bagi warganya. Belajar merokok, belajar bolos sekolah dan belajar mengenal kepribadian satu sama lain alias pacaran ‪#‎lol‬. Ironisnya, di sini aku menemukan sepasang kekasih yang jomplang banget perbedaannya. Si perempuan terlihat mengenakan seragam SLTA, sedangkan si lelaki Om-Om setengah tua. Awalnya mereka duduk sangat rapat dengan wajah si lelaki menempel dan mengikuti kemana pun gerak wajah si perempuan. Dan tangan itu, tangan si lelaki itu, selayak hantu di malam hari, tangan itu gentayangan di dada si perempuan. Dan ketika sadar aku sedang memotretnya, mereka menjadi salah tingkah.
Nyengir gue ngeliatnya haha ....!!!

Puisi Tak Butuh Editor


Terkadang aku heran dan dibikin geleng-geleng kepala oleh orang yang gemar mengobrak-abrik karya orang lain. Tidak seperti karya tulis panjang yang membutuhkan pengeditan, sebuah puisi tak butuh editor! Memang, interpretasi sebuah pusi ada pada para pembacanya, tetapi hakikat dari puisi itu sendiri hanya penulisnya yang paling tahu.
Jadi, tidak ada yang boleh menghakimi dengan mengobrak-abrik sebuah puisi karena puisi itu dianggap tidak layak atau ada... kekurangan disana-sini.Karena dengan diobrak-abrik begitu, puisi kehilangan esensinya dan itu hujan air mata bagi penulisnya.
O ya, menurutku puisi juga bukan milik sastrawan saja, tetapi milik semua orang! Puisi tidak harus menggunakan kata-kata rumit yang mesti dinikmati dengan alis mengerinyit. Tetapi kata-kata biasa pun, kata-kata pop, kata-kata yang kita gunakan sehari-hari, bisa digunakan untuk menulis puisi. So?
Berhentilah menghakimi sebuah puisi. Jika sebuah puisi datang padamu, bacalah! Jika kamu tidak suka, enyahkanlah! Tetapi jika puisi itu membuatmu tersenyum, merenung, atau bahkan menggugah semangatmu, maka .... NIKMATILAH!!!

Hati Yang Luka, lagu siapa???

Rasanya aku tak pernah mengundangmu masuk dalam kehidupanku. Pun aku tak pernah merasa punya komitmen untuk menjalin hubungan denganmu. Tapi kenapa kamu teriak: Aku benci kamu! Kamu chat dengan yang lain!!! dan seterusnya dan seterusnya.
Betapa bodohnya kamu. Jika kamu mencintaiku, mestinya kamu tahu warna hatiku. Tahu sikapku. Tahu pendirianku. Tahu pribadiku. Jika satu saja apa yang kupunya tidak kamu ketahui, bagaimana bisa kamu mengklaim jika aku kekasihmu?
Tidak ada kewa...jiban untuk memberritahumu, tapi jika kau ingin tahu, mereka-mereka yang jail-jail itu, yang suka ngocol dan slenge'an di wall, adalah mereka-mereka yang justru tak pernah berbincang denganku di inbox! So?
Dunia facebook adalah dunia gembira. Dunia suka-suka. Jadi aku harap, kau berhenti berkata tentang hati yang luka. Dan berhenti menghukumku sebagai mahluk terkejam di dunia! Oh ya, aku 50 tahun. Ituuu saja!

Eh, Hati Yang Luka, lagu siapa???

Difoto

Hari ini Dena (6 tahun) nyeletuk begini: Tante tuh apa-apa difoto. Makanan difoto, bunga di rumah orang difoto, jalanan macet di foto. Sebenarnya Tante mau jadi Koki apa fotografer, sih?
Ah Nak, punya keinginan dan cita-cita itu dulu, duluuuu sekali. Ketika Tante masih bisa lari sekencang maling dikejar polisi. Ketika berat badan Tante masih 47 kg. Ketika Tante masih bisa membaca koran dipenerangan yang minim. Ketika Tante masih dengan ringan memanggul ransel dijalanan menanjak. Ketika Tante masih bisa makan sembarang makanan tanpa lambung melilit. Ketika Tante .... Ya, ketika Tante masih fit & fresh. Sekarang keinginan Tante cuma tiga: Makan enak, tidur nyenyak dan duduk tidak gelisah. Ya seperti Wati (dibacaan Bahasa Indonesia kelas 2 SD dulu), sakit gigi Tante datang tak pernah henti.

Kue Pancong

Di jakarta namanya kue Pancong. Orang Comal menyebutnya Bandos. Lalu, apa nama kue ini di daerahmu, Temans?
Inilah makanan sederhana. Sederhana bikinnya. Sederhana rasanya. Ditujukan untuk orang sederhana seperti saya. Udah, itu aja!

Martabak Mie


Sangat gampang bikinnya. Dan sangat enak dimakan jika perut lapar hehehe .... Francia, can you make it?

Kue Cubir Green Tea


Aku sudah lama akrab dengan urusan masak memasak lauk. Tapi untuk kue, aku benar-benar pendatang baru. Tadi sore bikin kue cubit. Adonannya sangat oke. Tapi ketika menuang ke loyang, terlalu penuh dan akhirnya mbleber. Dan hiks, bentuknya jelek banget. Untungnya ketika mateng, bentuknya jadi lumayan bagus dan rasanya enak. So? Gak jadi kecewa, deh hehe ....

Iri dengan Milly


Suatu ketika, kakakku mengadu padaku, "Pupung, kamu tahu, tadi Milly mencium Koi?" Apa?! Aku tersentak. "Iya, Milly mencium Koi. Adegannya sangat cepat. Karena begitu ketahuan, Koi buru-buru mengibaskan ekornya dan menyelam untuk sembunyi. Mungkin dia malu. Ketika di video, hanya Milly yang kelihatan masih menjulurkan wajah ke air menunggu Koi kembali." Kakak bercerita dengan antusias, dan aku takjub mendengarnya!
Milly, kucing angora generasi kedua peliharaan kakakku, pacaran dengan Koi, ikan di kolam belakang. Menurut cerita kakak, kejadian ini bukan yang pertama kali. Tapi untuk kesekian kalinya. Tapi kenapa aku tak pernah melihat?
Dan sore tadi, aku punya kesempatan bercengkerama dengan Koi. Selayak Milly, akupun ingin menciumnya, ahai! Tapi rupanya Koi tak jatuh cinta padaku. Dia hanya datang ketika makanan kutebar. Ketika wajahku mendekat, dia menghindar. Dasarrrr!!!


Memasak dengan Hati

Jika kalian tertarik dengan postingan masakan-masakanku dan bertanya, apa bumbunya dan berapa takarannya, bisa dipastikan aku akan menggelengkan kepala. Gak bisa menjawab! Dalam hal memasak, aku lebih mengandalkan isnting. Memasak masakan yang sama antara hari ini dan besok, mungkin bumbunya akan berbeda dengan takaran yang berbeda pula. Tapi hasilnya akan sama, sama-sama enak! Jadi, jika kalian bertanya apa resepnya, aku kesulitan untuk berbagi. Karena aku nggak pintar untuk menulis resep.
Resep andalanku hanya satu:melakukan kegiatan memasak dengan hati riang gembira dan sepenuh cinta. Hasilnya pasti top markotop jos gandos kotos kotos haha .... Nadi Nanang Kusuma pasti tahu banget tentang hal ini. Dan Francia, someday we'll cook tegether ....

* Di bawah adalah foto lama. Hari Senin libur memasak.

Sakit Gigi

Semalam aku sakit gigi. Rasanya sakiiiit sekali! Dan sakit itu menjalar kemana-mana, bukan saja diseputar wajah bagian kiri dimana gigi itu berada, tapi sampai ke puncak kepala. Sampai kebagian-bagian lain juga. Karena rasa sakit itu memicu aku untuk sering ke kamar mandi. Pipis!
"Kamu tuh masuk angin. Ayo dikerik," kakakku datang dengan koin dan minyak aromaterapi di tangannya.
"Apanya yang dikerik? Pipinya?" aku bingung
Kakak menurunkan krah bajuku dan mulai mengerik leherku.
"Tuh bener kan, kamu masuk angin," katanya sambil memperlihatkan hasil kerikan yang sangat merah.
Tapi bener, beberapa saat setelah dikerik, rasa sakit berangsur-angsur menghilang. Takjub aku! Dan padamu, Temans, aku ingin bertanya, apa hubungannya sakit gigi dengan masuk angin? Adakah yang dapat memberi pencerahan secara ilmiah tentang hal ini?

Sakit gigi itu, makan tak enak, tidur tak nyenyak, dudukpun gelisah. Aku serasa seperti Wati, deh! hihi ....

Pulo Gadung Dini Hari


Setelah menunda keberangkatan karena gagal mendapat tumpangan, semalam aku back to Jakarta. Berangkat dari Comal pukul tujuh, tak kusangka setengah dua dinihari bis sudah memasuki Pulo Gadung. Alamak, mati aku! jeritku dalam hati. Gimana enggak? Pulo Gadung terkenal serem, dan aku awam dengan tempat itu. Tapi baiklah, serem atau enggaknya tempat ini, mari kita buktikan, ajak hati kecilku. Maka kudekati Mbak penjual kopi. Kupesan segelas teh panas dan kukeluarkan roti bekal perjalanan yang tidak kumakan dari ibu. Selagi kami ngobrol, muncul satu persatu bapak-bapak yang akhirnya nimbrung. Apa yang terjadi? Obrolan menjadi sangat seru. Dan dua jam menunggu jemputan, aku nggak merasa bosan. Bahkan aku masih enggan meninggalkan mereka. So? Serem atau enggaknya sebuah tempat, kupikir tergantung kita. Gitu kan, ya? Menurutmu, Temans?

Di Kampung Halaman Sore Ini


Semalam aku merajuk sama Ibu, jika hari ini aku ingin selalu dengannya. Maka ia mengabulkan permintaanku dengan bolos kerja hehe .... Thanks Ibu!
Sore ini di tanganku ada Life Traveler-nya Windy Ariestanty. Ditemani kacang dan pisang rebus, aku mengenang masa-masa ketika muda dulu, cie hehe!!! Yup, dulu aku juga suka bertualang. Dulu, dulu sekali, aku suka menggendong ransel kesana kemari, ngobrol disambungan kereta, buka tenda dimanapun aku suka serta berdialog dan menjalin pertemanan dengan siapapun yang aku temui di jalan. Dunia petualangan memang dunia yang mengasyikkan.
But now, jika bepergian maunya aku nggak manggul ransel tapi nyeret koper haha! How could it be? Selayak biru, ransel adalah aku!

Dia


Dia muda, cantik dan pintar. Jika mau terus belajar, bukan tidak mungkin di masa depan dia bakal menjadi penyair besar. Sebagai pendatang baru di dunia kepenyairan, karya-karyanya tergolong luar biasa. Bernas dalam memilih kata, dan imaji liarnya tak melampaui batasan norma. Tapi sepertinya kehadirannya tak dikehendaki. Caci, maki dan bully datang bertubi-tubi, dari orang-orang yang lebih dulu eksis tetapi takut tersaingi. Hingga dia merasa tak nyaman dan membunuh FBnya dinihari tadi. Ia menjadi sosok yang diiri sekaligus dibenci.
*Di dunia ini aku bukan siapa-siapa, hanya penikmat saja. Tetapi mengetahui ini, sedihku sungguh luar biasa. Bagaimana mungkin seorang bocah yang datang dengan talenta menakjubkan, dianggapnya sebagai ancaman? Duh!
kemana mesti kulabuhkan cinta
sedang badai tlah meluluhlantakkan dermaga

#‎SecuilKisahDariNegeriAntahBerantah‬

Mie Godhog Jawa


Konon, Rumah Makan Pak Bungkik sangat laris. Menjelang jam makan siang, rumah makan yang terletak di BSD City ini dipadati pengunjung. Beragam menu ditawarkan. Salah satunya Mie Godhog Jawa. Icip punya icip kakakku bilang: Rasanya lebih joosss bikinanmu! Ahai, jadi lebih enak Mie Godhog Jawa Perawan bikinan saya? Siip dah! Satu bekal untuk buka warung kelak hehe ....

Kaya Panggilan


Pupung oleh teman-temanku sering diplesetkan menjadi Piping, Pepeng dan Papang. Kemudian ada yang memanggilku dengan Pupuy & Pupe. Rigzin Spalbar dari Leh - Ladakh lebih suka memanggiku Pupung. Menurutnya Pupung mirip dengan nama-nama orang di Himalaya. Temen Surabaya memanggilku Di. Temen dari Hajira - Pakistan memanggilku Pupi. Pupi? Belum sempat aku protes, aku menerima panggilan baru lagi: Pupils. Dan kamu, kamu ingin memanggilku apa ...?

Get Well Soon, Papa


Sejak sepakat memutuskan untuk menjalin hubungan sebagai ayah dan anak, ini bukan pertama kalinya Henk mengunjungi istrinya, Fang, di Shanghai. Karena hidup mereka memang di dua negara. Tiga bulan Fang bergabung dengan Henk di Alphen, ketika Fang harus pulang, sebulan kemudian Henk yang menyusul ke Shanghai. Begitu yang mereka jalani selama setahun tiga bulan ini pasca pernikahan mereka.
16 April kemarin, Henk terbang ke Shanghai setelah pertengahan maret lalu Fang meninggalkan Alphen. Jauh-jauh hari dia bilang padaku, meski di China FB harus bayar dan internet suka bikin repot, dia janji akan menulis untukku setiap hari. Maka semua kontak yang kumiliki dibawanya serta. Di hari H sebelum keberangkatan dia menghubungiku tanpa jeda. Banyak pesan yang disampaikannya. Salah satunya aku mesti berhubungan dengan Lisette, anak perempuannya di Alphen. Agak sedikit aneh, memang. Hingga aku bertanya, "Papa sakit?" Henk tertawa. Jawabnya, "Ayah selalu sehat, bahagia setiap hari. Jadi kamu jangan khawatir."
Tapi pesawat delay 3 jam. Sambil menunggu keberangkatan, kami ngobrol banyak hal. Dia juga menyampaikan bahwa akan tiba di Shanghai pada hari Jum'at sore dan akan menghubungiku di hari Minggu. Janji itu aku pegang. Dan terbanglah ia.
Tapi Minggu tak ada kabar. Senin pun demikian. Selasa, ya Selasa dia datang ke email dengan meninggalkan sedikit pesan yang isinya mengatakan bahwa jaringan telpon dan internet sangat buruk. Dengan tidak lupa melampirkan 3 lembar foto. Rabu dan Kamis kosong. Baru hari Jum'at emailnya datang lagi. Menulis agak panjang dengan melampirkan 2 lembar foto. Tapi yang membuatku sedih adalah dia mengabarkan jika dia sakit akibat jetlag berkepanjangan. "Maaf Sayang, Papa belum sempat pergi kemana-mana, bahkan ke Jinhua," tulisnya. Jinhua adalah kampung halaman Fang.
Sebenarnya Henk telah mengundangku untuk mengunjunginya. Jika aku menyetujuinya, mestinya pertengahan maret sampai pertengahan april aku bersamanya. Sebelum dia terbang menyusul Fang ke Shanghai. Dia mengundangku di bulan itu karena dia ingin aku menikmati musim semi di kampung halamannya. Dimana suhu mulai hangat dan tulip mulai bermunculan. Dan bukan itu saja, dia berjanji akan membuatkan tur kecil untukku. Jerman, Belgia dan Perancis adalah negara yang dia tawarkan. "Tidak jauh dari Alphen, Nak. Kita bisa berkendara dengan mobil," katanya. Waktu aku bertanya apakah masih kuat menyetir jauh, dia meyakinkan bahwa dirinya selalu kuat. Sayangnya keluargaku tidak setuju. Tidak setuju aku mengunjungi orang asing yang hanya kukenal dari facebook! Henk tak hilang akal. Maka katanya, "Baiklah, Ayah yang akan mengunjungimu di Indonesia."
Sejak dia menulis 'Entah mengapa, sejak melihatmu aku seperti melihat diriku', dia berjanji akan menemui dan memelukku. Melakukan hal-hal yang sejak aku kecil belum pernah dia lakukan.
Cepat sembuh, Papa. Bukankah kau bilang ingin segera ke Jinhua untuk berbagi bahagia dengan masyarakat di sana?
Foto di bawah adalah foto Henk waktu masih beristrikan orang Brebes.

Rindu Sehari Kembang Sepatu


Rinduku padamu, El,
bisa kuserupakan sinyal gelombang wifiku
yang turun naik bergantung cuaca di paras langit
dan pengaruh musim-musim emosi yang
berganti-ganti di pedalaman batinku.

Ialah getaran-getaran yang terus berada di antara ada dan tiada
tetapi selalu bergetar hidup kembali setiap router kunyalakan.
Sedangkan rindumu itu
serupa semu dadu kembang sepatu
yang hanya mekar bersinar di pagi hari
dan langsung terkulai melayu
di jelang senja hariku.
Baru hendak kuniatkan memetiknya utuh-utuh
menjelang senja itu ia telah luruh
luluh terbunuh gelap malam nan angkuh.
  
Rani Rachmani Moediarta

Jangan Panggil Aku "Jeng"!


Jeng mengingatkanku pada panggilan putri-putri di keraton. Menurutku, Jeng atau kependekan dari Diajeng adalah panggilan untuk perempuan muda yang mengalir darah biru dalam tubuhnya. Atau bagi perempuan yang datang dari kalangan atau minimal ingin dianggap sebagai priyayi. Sedangkan aku? Aku lahir dari kalangan sudra. Datang dari tingkat paling bawah tanpa lambang dan baju kebesaran. Kekayaan yang diwariskan Ibu-Bapakku pun nyaris tak ada, kecuali cinta.
Jeng terdengar sangat risih di telinga. Jadi jika boleh aku meminta, panggil aku Pupung saja!

Sayur Asem Goreng vs Sayur Asem Bening


Pedagang berinovasi itu bagus, supaya produk yang dijualnya enggak monoton. Seperti yang kujumpai di kedai makan Remaja Kuring BSD. Sayur Asem yang biasanya dimasak bening, ditempat ini dibikin dengan kuah buthek yang mirip dengan sayur bersantan. Lekatnya kuah diperoleh dari kemiri. Namanya Sayur Asem Goreng. Racikan isiannya sama dengan sayur asem pada umumnya, cuma bumbu dan cara masaknya agak berbeda. Sayur asem kuah bening dimasak dengan bumbu yang dicemplungin begitu saja, sedangkan sayur asem goreng, sebelum dicemplungin ke panci sayur, bumbu ditumis terlebih dahulu. Lebih nikmat yang mana, coba? Jika aku lebih memilih yang bening, yang dimasak oleh tanganku sendiri. Enggak mblenek dan lebih segar. Kamu ...?

Ternyata aku petualang sejati!!!

Kak Nina, ayo cari arti namamu di sini. Pasti bagus juga. Namamu kan unik ....

Perawan VS Tidak Perawan


Aku membaca sebuah buku. Dalam salah satu bab tertulis antara lain: Gue emang belum menikah, tapi bukan berarti gue masih perawan loh! Glek! Dalam kalimatnya itu loh, ada nada kebanggaan di situ. Keterusterangan bahwa dia akan malu, sebagai perempuan dewasa, belum menikah, jika dia masih tetap perawan.
Apakah untuk masa sekarang keperawanan adalah sebuah hal yang memalukan? Bagaimana dengan para gadis, kaum perempuan, yang belum menikah, tetapi masih menjaga keperawanannya dengan baik? Apakah mereka harus malu?
Bagi sebagian perempuan, meskipun jumlahnya sekarang ini mungkin tinggal seuprit, menjaga keperawanan adalah wajib. Susah? Mungkin juga. Tapi yang sudah terbiasa, pasti akan bilang baik-baik saja.
Tidak, aku tidak bicara soal dosa, moral and bla bla bla yang berkaitan dengan itu. Surga dan neraka hanya milik Allah semata. Yang tidak perawan sebelum menikah belum tentu masuk neraka, dan yang menjaga keperawanannya dengan baik belum tentu juga masuk surga. Memutuskan tetap menjadi perawan atau tidak, itu hanya sebuah pilihan. Cuma yang ingin aku bilang adalah, menjadi perawan tidak harus malu, bukan???
#‎JanganDiambilHatiIniStatusIseng‬

Nasi Goreng Merah

minimalis tapi mengenyangkan hehe ....

Masak apa hari ini?


Tadi pagi, selepas membenahi tanaman cabai yang diobrak-abrik kucing, aku bingung mo masak apa. Belum ke pasar, dan di kulkas cuma ada buncis dan wortel plus telur. Masak apa, ya? Aku teringat mamaku (sstt, mamaku itu cina!). Dia sering bikin orak-arik buncis telur untuk sarapan kami. Dan enak! Dan hari ini aku mempraktekkannya. Bukan dengan resep dari mama tapi resep bikinanku. Resep berdasarkan intuisi hehe ... Sedaaaappp!!!
Episode Orak-Arik Buncis + Wortel

Kunyit Asem Beras Kencur


Ini tentang jamu datang bulan super sedap.
Memang tidak semua perempuan menderita ketika datang bulan. Tetapi tak sedikit juga yang merasa baik-baik saja. Aku salah satu diantaranya. Ketika tamu bulanan itu datang, aku super duper menderita. Dada sakit, perut seperti diremas-remas, kaki (terutama kaki kiri) terasa kaku dan tulang punggung serasa mau patah. Dan mualku, mualku tuh sangat jor-joran. Sampai muntah-muntah segala. Hingga aku suka melontarkan pertanyaan pada kakakku: Apakah begini juga rasanya melahirkan?
Karena sakit yang teramat sangat itu, aku jadi suka berburu obat penawarnya. Pada awalnya aku mengkonsumsi obat-obatan kimia. Kemudian beralih ke obat herbal kemasan. Sampai akhirnya aku memperoleh penawar rasa sakit yang aku anggap sangat cocok untukku: Jamu Kunyit Asam Beras Kencur! Selain rasanya enak, manfaatnya juga sangat terasa. Selain mengurangi rasa sakit dan bau tidak sedap yang melekat di badan, jamu ini juga bermanfaat untuk menghaluskan kulit, menambah vitalitas serta menjaga kebugaran tubuh. Ada yang berminat dan ingin mencobanya? Ini dia bahan-bahannya:
4 jari rimpang kunyit
4 jari kencur
4 ruas jahe
4 keping gula merah
8 mata asam jawa
4 sendok beras (rendam selama 4 jam)
8 gelas air

Cara membuatnya:
Potong-potong kunyit, kencur & jahe. Kemudian campur bahan potongan tadi bersama asam jawa dan gula merah dalam panci yang sudah terisi air. Rebus. Setelah mendidih selama 5 menit, matikan api dan diamkan sampai dingin. Setelah dingin, blender bahan rebusan bersama 4 sendok makan beras sampai halus. Kemudian bahan yang sudah diblender dicapur kembali dengan air rebusan. Rebus hingga mendidih, dan diamkan sampai dingin. Setelah dingin, baru disaring. Jamu sedap Kunyit Asam Beras Kencur siap untuk dikonsumsi.
Untuk hasil terbaik, minum 2 kali sehari pagi dan sore hari. Selamat mencoba ya, Temans ....
Resep Kunyit Asem Beras Kencur