Di kompleks Puspitek minggu kemarin, di dekat lapangan sepak bola,
aku berkenalan dengan penjual duku, penjual dawet dan penjual bajigur +
ketela rebus. Selayak kawan lama, kami banyak ngobrol & bercanda.
Nah, karena di situ banyak tumbuh pohon-pohon tinggi, iseng aku
bertanya. Dan penjual dawet menerangkannya satu-satu. Pas giliran tiba
pada pohon setinggi 10 meter dengan daun merimbun dan amat rapat, dia
menyebut Bisful. Apa? "Iya, Bisful," katanya yakin. Meski ragu alias
tidak yakin, aku mengajaknya untuk mendekati pohon itu. Ternyata
buahnya cukup banyak. Selintas, selagi mentah mirip-mirip buah Kiwi.
Sama-sama berbulu halus dan berwarna hijau kecoklatan. Setelah matang,
kulitnya berubah menjadi merah.
Aku suka bentuk pohonnya yang
meruncing, mirip seperti tumpeng. Dari jauh, pohon ini seperti pohon
Natal. Selayak kanak-kanak, aku kegirangan menemukan pohon yang
menurutku baru itu. Aku memetik buahnya yang merah, mengelus-elus yang
masih mentah dan mengagumi daunnya yang berbentuk lonjong, mengkilap dan
berwarna hijau tua. Aku tidak tahu jika bulu pada buahnya mampu membuat
kulit disekujur tubuh menjadi gatal. A-auw, tangan dan wajahku serasa
biduran. Dan lagi, ternyata berbatang-batang pohon Bisbul (akhirnya aku
searching di Gugel) itu menyimpan banyak kera. Auww, selagi aku
garuk-garuk, empat kera menampakkan ringisannya. Reflek aku lari
tunggang langgang. Meski sejak kaki kiriku patah, lariku tidak sekencang
maling dikejar polisi.
Bisbul
Bisbul dengan nama ilmiah Diospyros blancoi, orang Melayu menyebutnya
dengan buah Lemak, dalam bahasa jawa disebut Sembolo, sedangkan dalam
Tagalog disebut dengan Kamagong, Tabang atau Mabolo. Daging berwarna
putih dengan rasa manis yang agak sepat. Berbau harum agak menyengat,
campuran antara keju dan durian, konon buah ini kaya akan manfaat.
Antara lain: meningkatkan vitalitas tubuh, menghaluskan kulit, menjaga
kesehatan mata, mengatasi masalah pada organ pencernaan, sembelit serta
penyakit perut lainnya.
0 comments:
Post a Comment